![]() |
| Oleh: Eddy Cahyono |
”Kita kini memasuki era persaingan dan kompetisiantar
negara, untuk itu humas kementerian/lembaga non kementerian/BUMN
agar menyampaikan persepsi positip dalam membangun trust
(kepercayaan) dari rakyat dan dunia, dengan bergerak lebih cepat,
memiliki kepekaan dalam memberikan informasi kepada masyarakat, kesampingkan
ego sektoral, kedepankan kebersamaan dan sinergi, informasikan apa yang telah
dikerjakan, gunakan cara-cara baru dalam menyampaikan informasi, tinggalkan
pola-pola lama.”
(Arahan Presiden RI pada pertemuan dengan humas
Kementerian dan lembaga non kementerian, serta BUMN di Istana Negara, Jakarta,
Kamis 4 Februari 2016)
Perubahan pola komunikasi yang terjadi
di era digitalisasi dewasa ini telah menjadikan arus informasi mengalir
dengan deras dan cepat, pola-pola komunikasi linier mulai digantikan dengan
pola-pola komunikasi simetris, pemanfaatan teknologi informasi komunikasi
dan internet semakin mempercepat penetrasi pesan ke dalam berbagai elemen
masyarakat, wajar jika Thomas L. Friedman mengatakan jika the world is flat.
Perubahan pola komunikasi diera
digital, dengan semakin masifnya penetrasi internet,
diproyeksikan akan semakin mempercepat transformasi ke “pola komunikasi model baru”. Premis
ini bukan tanpa alasan yang mendasar, merujuk hasil survey 2016 oleh APJII
(Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet) terkait pengguna internet di
Indonesia, menunjukkan telah terjadi lonjakan yang sangat
pesat, yakni 132,7 juta orang (51,5%) dari total populasi penduduk Indonesia
256,2 juta orang.
Lonjakan pesat pengguna internet di Indonesia
dalam 2 tahun terakhir (2014-2016) mengalami kenaikan sebesar 44,6 juta, dimana
pada tahun 2014 pengguna internet di Indonesia baru sebesar 88,1 juta
user, dan diprediksi akan terus meningkat tajam pada tahun-tahun
mendatang.
Bila dielaborasilebih mendalam, populasi
tertinggi pengguna internet indonesia itu mayoritas ada di pulau Jawa
dengan persentase 65 % (86,3 Juta orang) dari 256,2 juta orang,
pengguna terbanyak ada pada usia 35-44 tahun yakni sebesar 29,2% sedangkan
pengguna paling sedikit adalah rentang usia 55 tahu ke atas yang hanya berkisar
10%.
Dari data statistik tersebut di atas,
bila dikaitkan dengan tahapan perkembangan teknologi komunikasi,
yang digagas oleh Everett M Rogers, Indonesia sejatinya telah
memasuki fase interactive communication
era sebagai tahapan lebih lanjut dari pengembangan era
telekomunikasi. Era ini ditandai dengan penggunaan internet sebagai
media baru (new media).
Transformasi penggunaan internet sebagai
media baru (new media)telah
mengubah sifat dan ruang lingkup media komunikasi , transformasi ini menegaskan
bahwa second media age, dengan
pola simetris dan interaktif, telah mulai menggeser dominasi
media broadcast seperti surat kabar, radio dan televisi, pemberitaan yang
viral dan menjadi tranding topic
dalam media sosial bahkan acapkali menjadi pemberitaan utama pada media
mainstream.
Pergeseran pola komunikasi di era
digital telah menjadikan citizen
journalism sebagai suatu fenomena baru, komunikasi sekarang bukan
lagi two-step communication model,
tetapi multi-step communication model,
yang memposisikan individu menjadi kekuatan baru yang dapat
mempengaruhi opini publik.
Hadirnya era digital dan terjadinya
pergeseran pola komunikasi, dengan trend meningkatnya
penggunaan internet, serta merujuk pada distribusi sebaran usia
penggunanya, seyogyanya menjadi momentum bagi praktisi humas
(hubungan masyarakat) atau PR (public relations) dan pengelola informasi publik
di K/L, BUMN dan organisasi pemerintah lainnya, untuk mampu berubah dan beradaptasi
dengan mereposisi manajemen strategik dalam komunikasi publik.
Reposisi erlu dilakukan dengan menata
ulang rencana komunikasi strategis (strategic
communication plan), sebagai peta jalan perubahan dengan pola
kekinian, melakukan market intelejen sehingga
strategi komunikasi publik disesuaikan dengan penerima pesan.
Eksistensi praktisi humas, PR atau pengelola
informasi publik pada organisasi pemerintah semakin menjadi strategis
ditengah era persaingan dan digitalisasi serta disruption era yang
membawa konsekuensi berubahnya “lanskap
media”, untuk itu diperlukan SDM yang berorientasi inovasi dan
kreatifitas (think across), berorientasi
pada hasil dibandingkan prosedural administratif dalam strategi komunikasi
publiknya.
Strategisnya positioning SDM sebagai
praktisi humas, PR atau pengelola informasi publik dipertegas dalam riset,
Sallot dan Johnson (2006), yang melakukan survei terhadap pers di Amerika
Serikat (AS), yang menemukan bahwa 44 persen media berita di AS
dipengaruhi oleh praktisi humas, yang menjadikan output pekerjaan praktisi
humas sebagai agenda setting. Bahkan, surat kabar bergengsi seperti the
Washington Post dan New York Times mendapatkan lebih dari setengah konten
mereka berasal dari siaran dan konferensi pers.
Oleh karena itu, praktisi humas harus harus
mampu mentransformasi mindset dari bekerja secara linier dan business as usual menjadi
visioner (think ahead) dan
kreatif serta inovatif, berpikir holistik dan lintas sektor (think across),
memiliki kompetensi layaknya seorang chief
editor atau newsroom head,
utamanya dalam meningkatkan kemampuan menghasilkan konten komunikasi
publik yang menarik, lebih padat, berisi, inovatif dan kreatif
terkait pers rilis, foto, dan video,serta memanfaatkan media sosial
dalam mengakselerasi diseminasinya.
Strategi komunikasi publik yang dikembangkan
harus mampu melayani kebutuhan informasi publik(service
delivery culture), membentuk citra positif institusi, memberikan updatemengenai apa yang telah, sedang,
dan akan dilakukan, apa manfaatnya bagi masyarakat, merangkul umpan balik
dari publik,praktisi komunikasi publik di K/L harus dapat berperan sebagai
“mata dan telinga”.
Manajemen strategik sebagai peta jalan
perubahan dimaksud seyogyanya diprioritaskan dengan peningkatan core competence, sinergitas dan value creation, yang
mendorong terwujudnya perbaikan tata kelola public relations, pers
dan media relations serta perbaikan manajemen pengelolaan data dan informasi
publik.
Coorporate
level strategy harus dapat
diterjemahkan secara kongkrit sampai dengan tingkatan fungsional level strategy, melalui
perencanaan, implementasi dan evaluasi sebagai suatu kerangka kerja
terintegratif, hal ini diperlukan dalam memberikan arah rencana strategis
organisasi sehingga adaktif terhadap perubahan-perubahan lingkungan strategis
eksternal yang terjadi dengan cepat.
Manajemen strategik sebagai pilihan cara
pengelolaan komunikasi publikdengan menjadikan program dan kegiatan
prioritas komunikasi publik yang berbasis media sosial, harus dirumuskan dan
diimplementasikan dengan menetapkan sasaran-sasaran strategis yang terukur (measurable objective), sebagai alat
kendali pimpinan terhadap keberhasilan implementasi program komunikasi
publik.
Perubahan budaya kerja (coorporate
culture) dari yang berorientasi output menjadi berorientasi outcome dan
benefit perlu terus ditumbuhkembangkan dalam organisasi sehingga praktisi humas
yang ada tidak hanya berkutat pada “kerja pola-pola lama” yang bersifat teknis
semata, seperti menyiapkan rilis, menyiapkan konferensi pers,
peliputan dan dokumentasi.
Inpres
no 9 tahun 2015 dan Pengelolaan Komunikasi Publik
Kita patut bersyukur komitmen yang tinggi dari
Presiden RI dalam memastikan seluruh K/L bersinergi menunjang
keberhasilan Kabinet Kerja, menyerap aspirasi dan mempercepat penyampaian
informasi tentang kebijakan dan program pemerintah, telah dilegalitas formalkan
dengan terbitnya Inpres No.9 Tahun 2015 yang mengatur tentang pengelolaan
komunikasi publik.
Presiden RI telah menginstruksikan kepada para
pejabat di K/L untu mengambil langlah-langkah yang diperlukan
sesuai tugas fungsi dan kewenangannya maing-masing untuk mendukung pelaksanaan
komunikasi publik, antara lain dengan menyebarluaskan kepada publik narasi tunggal
dan data dukung terkait kebijakan dan program pemerintah dengan menggunakan
berbagai saluran komunikasi kepada masyarakat secara tepat, cepat,
obyektif, berkualitas baik berwawasan nasional dan mudah dimengerti.
Untuk itu praktisi komunikasi publik di K/L
pemerintah harus dapat mengubah mindset bekerja dari pelayanan teknis semata
menjadi praktisi komunikasi publik yang visioner (think
ahead) dan bekerja dalam ritme inovatif dan kreatif, berpikir
holistik dan lintas sektor(think
across) sehingga terjadi transformasimenuju kinerja
pemerintahan yang mampu beradaptasidengan perkembangan lingkungan strategis (dynamic government).
Sebagai perwujudan think
ahead, praktisi komunikasi publik di K/L harus mampu berpikir
strategis layaknya pemimpin redaksi dalam merencanakan dan
membuat framing pemberitaan terkait dengan apa yang telah, sedang dan
akan dikerjakan oleh K/L, menetapkan berbagai channeling yang
akan digunakan dan target audience yang akan disasar.
Pola baru dengan menggali umpan balik
melalui metode 360% perlu terus ditingkatkan, keterlibatan masyarakat
harus menjadi fokus perhatian dengan interaktif dalam menyerap aspirasi
masyarakat, utamanya untuk mengetahui outcome dari
program dan kegiatan K/L.
Cara-cara kerja konvensional yang
bersifat teknis pelayanan dalam penyiapan pers rilis, konferensi pers dan
penyiapan liputan dan dokumentasi harus dapat dikembangkan dan dikemas
secara lebih kreatif dan inovatif, sebagai pola kerja baru dengan
memanfaatkan secara optimal perkembangan teknologi informasi komunikasi,
internet dan media sosial.
Cara-cara penyajian dan kemasan komunikasi
publik harus mengacu pada kemasan kekinian yang menjadi trend dan mudah dicerna, tanpa
mengurangi makna subtansial dari pesan, model-model penyajian melalui
infografis, vblog, animasiserta modeling analisis
berita dengan coding teknologi
secara realtime dan pengelompokan terhadap pro kontra terhadap isu
strategis dan kinerja pembangunan perlu terus dikembangkan.
Di era digital media, komunikasi publik
yang dilakukan pemerintah tidak cukup hanya menyampaikan informasi saja,
tetapi harus memiliki dashboard pengendalianyang terintegrasi antar K/L,
melalui interface data sebagai one big
data, yang terus diupdate sebagaibackground
informasi diseminasi komunikasi publik dan alat kendali pimpinan dalam
melakukan perubahan dibelakang panggung (manufacturing
quality) dan depan panggung (service
quality).
Praktisi humas pada K/L pemerintah perlu
terus mengefektifkan dan mengefesiensikan komunikasi publik yang
dilakukan, dengan meningkatkan sinergitas antara K/L, menghapus
sekat-sekat sektoral, sehingga komunikasi publik pemerintah dapat
mendukung conversation di digital media agar “tidak keruh dan
dapat berimbang”, hal ini sangat dibutuhkan dalam mengantisipasi perubahan tuntutan
konten komunikasi publik dari kebutuhan timesseries menjadi realtime dan eksponensial.
Perubahan mindset dari owning economy menjadi sharing economy terkait
dengan konten komunikasi publik perlu terus digelorakan, konsep berbagi
konten komunikasi publik, untuk mendapatkan narasi tunggal menjadi satu
keniscayaan, hilangkan belenggu dengan pola pikir konvensional, gunakan
pola-pola baru dengan inovasi dan kreatifitas sehingga efektifitas
dan efesiensi komunikasi publik dapat dicapai.
Pengelolaan media sosial sebagai channeling baru dalam mendiseminasi
pesan seyogyanya menjadi pilihan strategi pada berbagai K/L, disamping
tetap membina relasi dengan media mainstream, pemanfaatan berbagai channelingdiharapkan dapat membangun
persepsi positip, sekaligus sebagai upaya nation
branding guna meningkatkan kepercayaan (trust) dari
rakyat dan dunia internasional.
Ibarat sebuah paduan suara dan simfoni
orkestra, harmonisasi pengelolaan komunikasi publik sangatlah penting,
konsistensi dan kejelasan dalam agenda setting serta narasi
tunggal menjadi isu strategis yang perlu terus ditangani secara profesional
sehingga dapat berkonstribusi dalam membangun image positif
tentang Indonesia.
Kita tentunya berharap dengan semakin
terkonsolidasinya komunikasi publik pada K/L pemerintah, akan dapat memberikan
konstibusi menciptakan persepsi positip dalam membangun kepercayaan (trust) dari masyarakat dan
dunia internasional, sehingga investasi dapat terus tumbuh dan
agenda-agenda pembangunan dapat terus dipacu, Indonesia akan menjadi bangsa
yang terdepan dalam kemajuan dan menjadi bangsa pemenang dalam menghadapi
era kompetisi. Semoga


0 komentar:
Post a Comment